Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi
yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris
menjadi masyarakat industri[1].
Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat
berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam
(spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi
adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan
perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi
teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan
filosofi manusia dimana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi
lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi,
dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau
tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi
industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan
untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya
alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang
cenderung rendah biaya,
memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.
Negara pertama yang melakukan
industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi
industri pada abad ke 18.
Pada akhir abad ke 20, Negara di Asia Timur
telah menjadi bagian dunia yang paling banyak melakukan industrialisasi.
Deskripsi Industrialisasi
Menurut klasifikasi Jean Fourastie,
sebuah ekonomi terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama terdiri dari produksi
komoditas (pertanian, peternakan, ekploitasi sumber daya mineral). Bagian kedua
proses produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai industri layanan.
Proses Industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua yang kegiatan
ekonominya didominasi oleh kegiatan bagian pertama.
Revolusi Industri pertama terjadi
pada pertengahan abad ke 18 sampai awal abad ke 19 di daerah Eropa Barat,
Amerika Utara, dimulai pertama kali di Inggris. Revolusi Industri kedua terjadi
pada pertengahan abad ke 19 setelah penemuan mesin uap,
listrik,
mesin pembakaran dalam (tenaga fosil) dan
pembangunan kanal kanal, rel kereta api sampai ke tiang listrik[5].
Dampak
Sosial dan Lingkungan
- Urbanisasi
Terpusatnya tenaga kerja
pada pabrik
– pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut berkembang menjadi kota
besar.
- Eksploitasi tenaga kerja
Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja dimana
industri itu berada.
- Perubahan pada struktur keluarga
Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra
industrialisasi dimana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah.
Setelah industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya
terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak). Keluarga dan anak –
anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat
dimana pekerjaan itu berada.
- Lingkungan hidup
Industrialisasi menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi udara,
air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah
kesehatan di Negara industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik,
budaya dan juga pathogen. (mikroorganisme penyebab penyakit)
Industrialisasi
di Indonesia
Industrialisasi di Indonesia
semakin menurun semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini
bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi
pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada penyerapan barang hasil produksi
industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi
industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia
dikuasai oleh produk produk asing.
Faktor-faktor
pembangkit Industri Indonesia
- Struktur organisasi
Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang
melakukan impor.
Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan
teknologi.
- Ideologi
Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan
suatu teknologi apakah menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau
techno-hybrids.
- Kepemimpinan
Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat
dalam mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan
pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Faktor
penghambat Industri Indonesia:
Faktor-faktor yang menjadi
penghambat industri di Indonesia meliputi:
- Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi
menghambat efektifitas dan kemampuan produksi.
- Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional
di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat
dengan teknologi terbaru.
- Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah
untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi
Dampak
Industrialisasi di Indonesia
Teknologi memungkinkan negara tropis
seperti Indonesia untuk memanfaatkan kekayaan hutan untuk meningkatkan devisa negara
dan pembangunan infrastruktur. Hilangnya hutan di Indonesia berarti hilang juga
tanaman - tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat dan juga fauna langka yang hidup di
ekosistem hutan tersebut.
Dibalik kesuksesan Indonesia dalam
pembangunan sebenarnya ada kemerosotan dalam cadangan sumber daya alam dan
peningkatan pencemaran lingkungan. Pada kota kota yang sedang berkembang
seperti Gresik, Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung, Lhoksumawe, bahkan hampir seluruh
kota kota di pulau Jawa sudah mengalami peningkatan suhu udara, Walaupun daerah
tersebut tidak pesat perkembangan industrinya.
Pencemaran dapat diklasifikasikan
dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. mengelompokkan
pecemaran atas dasar:
- Bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya.
- Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial.
- Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan
dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut
ilmiah yang telah mapan, dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai
cara. Pemahaman utamanya mencakup:
- Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
- Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
- Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
Peta dunia memperlihatkan persentase
manusi yang hidup di bawah batas kemiskinan nasional.
Perhatikan bahwa garis batas ini sangat berbeda-beda menurut masing-masing
negara, sehingga kita sulit membuat perbandingan.
Peta dunia memperlihatkan Tingkat harapan hidup.
Peta dunia memperlihatkan Indeks Pembangunan Manusia.
Peta dunia memperlihatkan Ko-efisien Gini, sebuah
ukuran tentang kesenjangan pendapatan.
Mengukur
kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam
dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran
absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup
menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk
laki laki dewasa).
Bank Dunia
mendefinisikan Kemiskinan absolut
sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan
dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang
didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia
mengonsumsi kurang dari $2/hari."[1]
Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah
turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1]
Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup
dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai
dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling
parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di
setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma
yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang
miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin,
atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara
kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini
biasanya disebut sebagai negara
berkembang.
Diskusi
tentang kemiskinan
- Dalam sebuah lingkungan belajar, terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan ini beralih ke kemiskinan pada umumnya, yaitu efek Matthew.
Perdebatan yang berhubungan dalam
keadaan capital manusia dan capital individual
seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang
tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.
Kemiskinan
dunia
Deklarasi Copenhagen menjelaskan
kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan
kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan,
air minum
yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
Bank Dunia
menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan
pendapatan kurang dari PPP$1 per hari, dan
"miskin" dengan pendapatan kurang dari PPP$2 per hari.
Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan
"sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut
"miskin", pada 2001. [1]
Penyebab
kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
- penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
- penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
- penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
- penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
- penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa
kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika
Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki
jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu,
orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal
melewati atas garis kemiskinan.
Menghilangkan
kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan
adalah:
- Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan. Di Indonesia salah satunya berbentuk BLT.
- Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
- Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka usaha secara mandiri.
Hubungan Industrialisasi dengan
Kemiskinan Di Indonesia
Di Indonesia, Tulus Tambunan (2001, h-108) mencatat adanya proses industrialisasi dimulai dari tahun 1969 dan berhasil mengangkat tingkat pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 per tahun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 7% pada saat penduduk 200 jutaan. Namun saat tulisan ini dibuat, keadaan menurun jauh, hingga diperkirakan income perkapita hanya 650 US$ dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 4% dan jumlah penduduk hampir 210 juta. Yudo Swasono mencatat bahwa setelah krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1982-1986, pada waktu itu pertumbuhan hanya 5%.
Selanjutnya dengan proses industrialisasi pertumbuhan meningkat dan berhasil recovery (pulih kembali), hingga tumbuh tahun 1989 ialah 7,5%, tahun 1991 mencapai 6,6% dan pada akhir Repelita X, atau akhir Pembangunan Jangka Panjang II akan tumbuh dengan rata-rata 8,7%. (Muhammad Thoyib, 1995, h-4). Namun perkiraan ini meleset jauh, sebab mulai 1997 terjadi krisis moneter yang berlanjut hingga riset ini ditulis, ternyata kondisi itu masih belum pulih.
Industrialisasi yang berkembang di era sekarang ini menyedot begitu banyak tenaga kerja. Hal ini telah merubah alur pendistribusian tenaga kerja dari sektor non industri menuju sektor industri. Hal ini juga berdampak pada pendapatan yang diperoleh oleh tenaga kerja tersebut. Dengan kata lain secara tidak langsung industrialisasi telah mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Namun ternyata perekonomian Indonesia masih sangat tegantung pada sumber daya alam (pertanian, hasil hutan, perkebunan, pariwisata, pertambangan, dan sebagainya). Di pihak lain, tingkat pendapatan masyarakat umumnya masih rendah. Oleh karena itu, tingkat kesejahteraan (dan usaha penanggulangan kemiskinan) Indonesia menjadi sangat dipengaruhi oleh perubahan kualitas lingkungan.
Tabel 1. Matriks Ketergantungan Ekonomi terhadap SDA dan LH dengan Tingkat Pendapatan
Di Indonesia, Tulus Tambunan (2001, h-108) mencatat adanya proses industrialisasi dimulai dari tahun 1969 dan berhasil mengangkat tingkat pendapatan per kapita di atas US$ 1.000 per tahun dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 7% pada saat penduduk 200 jutaan. Namun saat tulisan ini dibuat, keadaan menurun jauh, hingga diperkirakan income perkapita hanya 650 US$ dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 4% dan jumlah penduduk hampir 210 juta. Yudo Swasono mencatat bahwa setelah krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1982-1986, pada waktu itu pertumbuhan hanya 5%.
Selanjutnya dengan proses industrialisasi pertumbuhan meningkat dan berhasil recovery (pulih kembali), hingga tumbuh tahun 1989 ialah 7,5%, tahun 1991 mencapai 6,6% dan pada akhir Repelita X, atau akhir Pembangunan Jangka Panjang II akan tumbuh dengan rata-rata 8,7%. (Muhammad Thoyib, 1995, h-4). Namun perkiraan ini meleset jauh, sebab mulai 1997 terjadi krisis moneter yang berlanjut hingga riset ini ditulis, ternyata kondisi itu masih belum pulih.
Industrialisasi yang berkembang di era sekarang ini menyedot begitu banyak tenaga kerja. Hal ini telah merubah alur pendistribusian tenaga kerja dari sektor non industri menuju sektor industri. Hal ini juga berdampak pada pendapatan yang diperoleh oleh tenaga kerja tersebut. Dengan kata lain secara tidak langsung industrialisasi telah mempengaruhi tingkat kemiskinan.
Namun ternyata perekonomian Indonesia masih sangat tegantung pada sumber daya alam (pertanian, hasil hutan, perkebunan, pariwisata, pertambangan, dan sebagainya). Di pihak lain, tingkat pendapatan masyarakat umumnya masih rendah. Oleh karena itu, tingkat kesejahteraan (dan usaha penanggulangan kemiskinan) Indonesia menjadi sangat dipengaruhi oleh perubahan kualitas lingkungan.
Tabel 1. Matriks Ketergantungan Ekonomi terhadap SDA dan LH dengan Tingkat Pendapatan
Pendapatan Tinggi/
|
Pendapatan Rendah/
|
|
High Income
|
Low Income
|
|
Ketergantungan
ekonomi terhadap SDA dan LH tinggi/High economic dependence on
natural resources and the environment
|
Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan sedang (misalnya: New Zealand)/Medium level of negative impact on prosperity (e.g. New Zealand)
|
Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan tinggi (misalnya: Indonesia)/ High level of negative impact on prosperity (e.g.
Indonesia)
|
Ketergantungan
ekonomi terhadap SDA dan LH rendah/Low economic dependence on
natural resources and the environment
|
Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan rendah (misalnya: Singapore)/ Low level of negative impact on prosperity (e.g Singapore)
|
Dampak kerusakan
terhadap kesejahteraan sedang/Medium level of negative
impact on prosperity
|
Di
samping itu, kita perlu pula memperhatikan kepekaan perubahan kualitas
lingkungan terhadap masyarakat dengan tingkat kehidupan tertentu dalam satu
komunitas tertentu. Umumnya karena daya beli yang lebih kuat (karena itu
mempunyai pilihan yang lebih luas) dan informasi yang lebih lengkap, maka
mereka yang berpendapatan tinggi lebih tidak peka terhadap kualitas lingkungan
yang menurun. Pada kasus di mana kualitas lingkungan udara telah tercemar,
mereka yang berpendapatan tinggi lebih mudah untuk pindah ke lokasi lain dengan
kualitas udara lebih baik, sedangkan mereka yang berpendapatan rendah akan
terjebak dalam lingkungan tercemar tersebut.
Bila ditinjau lebih mendalam, terlihat ada hubungan yang saling
mempengaruhi antara industrialisasi, kemiskinan dan sumber daya alam.
Industrialisasi mempengaruhi kemiskinan melalui tingkat pendapatan yang
diberikan sektor industri. Kemiskinan mempengaruhi tinggkat penggunaan
sumberdaya alam dan proses konservasi sumber daya alam serta lingkungan hidup.
Sumber daya alam merupakan sebagai bahan baku dalam Industrialisasi . Hubungan
ini terlihat pada diagram berikut.
Selain itu industrialisasi memberikan dampak pula pada tingkat kesehatan
yang mempengaruhi jumlah natalitas dan mortalitas penduduk. Dengan kata lain
industrialisasi juga mempengaruhi jumlah penduduk sehingga membentuk hubungan
sesuai diagram berikut.
Dengan
berkembangnya jumlah penduduk, perekonomian harus lebih banyak menyediakan
barang dan jasa yang merupakan hasil dari industrialisasi. Peningkatan produksi
barang dan jasa menuntut lebih banyak produksi barang SDA yang harus digali dan
semakin menipisnya SDA dan akhirnya pencemaran lingkungan semakin meningkat.
Ada
hubungan yang positif antara jumlah dan kuantitas barang sumberdaya dan
pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya ada hubungan negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan tersedianya sumberdaya alam yang ada di dalam bumi. Di samping itu
dengan pembangunan ekonomi yang cepat yang dibarengi dengan pembangunan pabrik
sebagai bentuk industrialisasi akan meningkatkan pencemaran lingkungan.
Peningkatan pencemaran lingkungan akan mempersempit lapangan kerja
sehingga menimbulkan pengangguran dan berujung pada persoalan kemiskinan.
Hubungan itu terus berlangsung dengan pola saling mempengaruhi satu sama
lainnya dimana untuk memperbaiki salah satu diantaranya maka harus memperbaiki
keseluruhan bagian. Misalnya dalam penanganan pembrantasan kemiskinan maka
permasalahan industrialisasi dan sumber daya alam juga harus menjadi fokus penanganan
dalam proses tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar