Pada tanggal 19 Juni 2003. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
mensahkan UU No. 19/2003 tentang BUMN. Undang-undang terakhir tentang
BUMN adalah UU No. 9/1969 tentang penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti UU No. 1/1969 No. 1/1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negar
menjadi Undang-Undang.
Pada UU No. 9/1969, BUMN dibagi menjadi
tiga, yaitu Perusahaan Jawatan (perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan
Perseroan (Persero). Pada penjelasannya, UU No. 9/1969 telah memberikan
ancangan kedepan, bahwa bentuk BUMN kelak hanya Perum dan Persero.
Amanat ini dilaksanakan oleh UU No. 10/2003 dengan menegaskan bahwa
bentuk BUMN adalah Perum dan Persero.
Persero BUMN adalah
perusahaan yang modalnya terbagi ke dalam saham yang minimal 51%
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan tujuan mencari
keuntungan, sementara Perum adalah BUMN yang mempunyai misi pentyediaan
barang dan jasa untuk kemanfaatan umum dan mencari keuntungan.
Disamping itu, terdapat empat hal yang dapat dinilai sebagai dukungan terhadap BUMN Persero, yaitu :
Pertama,
dinyatakan : Terhadap Persero berlaku Undang-undang No. 1/1995, tentang
Perseroan Terbatas, dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Persero
adalah RUPS. Kebijakan ini memberikan arah pada Profesionalisasi
pengelolaan BUMN.
Catatan :
(UU No. 1/1995 sudah di ganti dengan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas)
Kedua,
tidak secara spesifik disebutkan Menteri BUMN melainkan hanya Menteri
yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa mewakili pemegang saham. Dengan
demikian, ideal pengelolaan BUMN dapat dicapai, di mana pada suatu masa,
ketika BUMN sudah mempunyai pengelolaan yang profesional, baik dalam
arti penerapan prinsip-prinsip korporasi yang termuat dalam UU No.
1/1995, juga dalam arti telah mengalami privatisasi, dapat juga lembaga
kementerian BUMN tidak cukup relevan lagi keberadaannya. Kebijakan ini
memungkinkan bagi peniadaan lembaga kementerian BUMN, karena misi dari
kementerian ini memang mempersiapkan BUMN untuk menjadi korporasi kelas
dunia yang dikelola secara profesional.
Ketiga,
secara khusus pada pasal 64 (1) dan 65 (1) pada intinya menekankan bahwa
perombakan BUMN yang bersifat mendasar, baik dalam bentuk penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran, diatur dengan kebijakan di
tingkat Presiden, yaitu Peraturan Pemeritah. Dengan demikian, kebijakan
ini mengacu pada makna keberadaan BUMN sebagai badan usaha milik negara
sehingga perubahan yang mendasar dilakukan oleh Kepala Negara.
Keempat,
dicanangkannya sisi-sisi teknis yang penting bagi peningkatan kualitas
pengelolaan BUMN. Pertama adalah dalam hal penerapan prinsip Good Corporate Governance (
Tata Kelola Perusahaan yang Baik) dengan dicantumkannya Satuan
Pengawasan Intern dan Komite Audit. Kedua, pencatuman cara peningkatan
performa BUMN dengan metode restrukturisasi, yaitu upaya penyehatan, dan
metode privatisasi, yaitu pelepasan kepemilikan negara kepada
privat.****
daftar pustaka
http://comfortarea01.blogspot.co.id/2008/05/ringkasan-uu-no-192003-tentang-bumn.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar