Selasa, 26 April 2016

UU BUMN

Pada tanggal 19 Juni 2003. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan UU No. 19/2003 tentang BUMN. Undang-undang terakhir tentang BUMN adalah UU No. 9/1969 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/1969 No. 1/1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negar menjadi Undang-Undang.

Pada UU No. 9/1969, BUMN dibagi menjadi tiga, yaitu Perusahaan Jawatan (perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perseroan (Persero). Pada penjelasannya, UU No. 9/1969 telah memberikan ancangan kedepan, bahwa bentuk BUMN kelak hanya Perum dan Persero. Amanat ini dilaksanakan oleh UU No. 10/2003 dengan menegaskan bahwa bentuk BUMN adalah Perum dan Persero.

Persero BUMN adalah perusahaan yang modalnya terbagi ke dalam saham yang minimal 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan tujuan mencari keuntungan, sementara Perum adalah BUMN yang mempunyai misi pentyediaan barang dan jasa untuk kemanfaatan umum dan mencari keuntungan.

Disamping itu, terdapat empat hal yang dapat dinilai sebagai dukungan terhadap BUMN Persero, yaitu :
Pertama, dinyatakan : Terhadap Persero berlaku Undang-undang No. 1/1995, tentang Perseroan Terbatas, dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Persero adalah RUPS. Kebijakan ini memberikan arah pada Profesionalisasi pengelolaan BUMN.
Catatan :
(UU No. 1/1995 sudah di ganti dengan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas)
Kedua, tidak secara spesifik disebutkan Menteri BUMN melainkan hanya Menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa mewakili pemegang saham. Dengan demikian, ideal pengelolaan BUMN dapat dicapai, di mana pada suatu masa, ketika BUMN sudah mempunyai pengelolaan yang profesional, baik dalam arti penerapan prinsip-prinsip korporasi yang termuat dalam UU No. 1/1995, juga dalam arti telah mengalami privatisasi, dapat juga lembaga kementerian BUMN tidak cukup relevan lagi keberadaannya. Kebijakan ini memungkinkan bagi peniadaan lembaga kementerian BUMN, karena misi dari kementerian ini memang mempersiapkan BUMN untuk menjadi korporasi kelas dunia yang dikelola secara profesional.

Ketiga, secara khusus pada pasal 64 (1) dan 65 (1) pada intinya menekankan bahwa perombakan BUMN yang bersifat mendasar, baik dalam bentuk penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran, diatur dengan kebijakan di tingkat Presiden, yaitu Peraturan Pemeritah. Dengan demikian, kebijakan ini mengacu pada makna keberadaan BUMN sebagai badan usaha milik negara sehingga perubahan yang mendasar dilakukan oleh Kepala Negara.

Keempat, dicanangkannya sisi-sisi teknis yang penting bagi peningkatan kualitas pengelolaan BUMN. Pertama adalah dalam hal penerapan prinsip Good Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan yang Baik) dengan dicantumkannya Satuan Pengawasan Intern dan Komite Audit. Kedua, pencatuman cara peningkatan performa BUMN dengan metode restrukturisasi, yaitu upaya penyehatan, dan metode privatisasi, yaitu pelepasan kepemilikan negara kepada privat.****



daftar pustaka
 http://comfortarea01.blogspot.co.id/2008/05/ringkasan-uu-no-192003-tentang-bumn.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar